Makalah Kepemimpinan Lintas Budaya - Manajemen Internasional - Manajemen Bisnis Global
Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi antar pribadi, dalam
situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu
atau beberapa tujuan tertentu.
Manajer vs Pemimpin
Perbedaan
antara manajer dan pemimpin dipaparkan oleh Warren Bennis sebagai berikut :
- Manajer mengelola; pemimpin menginovasi.
- Manajer adalah tiruan; pemimpin
adalah orisinal.
- Manajer mempertahankan;
pemimpin mengembangkan.
- Manajer berfokus pada sistem
dan struktur; pemimpin berfokus pada orang.
- Manajer bergantung pada
pengawasan; pemimpin membangkitkan kepercayaan.
- Manajer melihat jangka pendek;
pemimpin melihat perspektif jangka panjang.
- Manajer bertanya kapan dan
bagiamana; pemimpin bertanya apa dan mengapa.
- Manajer melihat hasil pokok;
pemimpin menatap masa depan.
- Manajer meniru; pemimpin
melahirkan.
- Manajer menerima status quo;
pemimpin menentangnya.
- Manajer adalah prajurit yang
baik; pemimpin adalah dirinya sendiri.
- Manajer melakukan hal-hal
dengan benar; pemimpin melakukan hal-hal yang benar.
Apakah
manajer yang baik selalu menjadi pimpinan yang baik? Belum tentu. Fenomena di
atas telah menunjukkan bahwa bisa jadi seseorang bisa menjadi manajer yang baik
dimata atasan karena target-target pekerjaan bisa tercapai, karena laporan bisa
dikirimkan tepat waktu dan masalah-masalah bisa di selesaikan dengan baik.
Tetapi bisa jadi dia bukan pemimpin yang baik karena mencapaian hasil tersebut
dilakukan dengan kepemimpinan yang otoriter, tidak memahami dan mengerti
kondisi bawahan, memandang bawahan sebagai alat untuk bekerja bukan sebagai
manusia. Sehingga memberikan kesan buruk dimata bawahan dan bahkan berharap
pimpinannya segera dipindahkan.
Jadi
manajer dan pemimpin yang baik adalah yang mempunyai nilai yang baik dimata
atasan maupun bawahannya. Manajer yang juga pemimpin adalah yang tidak
memandang manusia sebagai alat untuk bekerja tetapi sebagai sebuah potensi yang
perlu digali dan dikembangkan agar lebih bermanfaat bagi diri mereka sendiri
dan perusahaan. Manajer yang juga pemimpin adalah yang mengangkat dan mengakui
sisi-sisi kemanusiaan di tempat kerja. Manajer yang juga pemimpin adalah yang
tidak hanya terfokus pada target semata tetapi bagaimana menumbuhkan kesadaran
semua pihak untuk mencapainya.
Philosophical background
Teori X
Pada
tahun 1960, Douglas McGregor mengidentifikasi dua sudut pandang tentang
manajemen, yang dianut dalam tingkatan yang bervariasi oleh sebagian besar
manajer. Dua sudut pandang itu disebut Teori X dan Teori Y.
Teori
X memandang manusia sebagai pemalas, yang lebih suka diberi arahan secara
detail tentang apa yang harus dilakukan, menghindari tanggung jawab, memiliki
sedikit ambisi, Dan di atas semuanya, manusia menginginkan rasa aman
(security).
Manajer
media yang memandang stafnya seperti itu akan percaya, agar pekerjaan bisa
tuntas, karyawan harus dikontrol, dipaksa, diancam dengan disiplin, dan
dihukum.
Teori
X ini berakar pada pendekatan “scientific management,” yang dikembangkan oleh
Frederick Taylor. Menurut Taylor (1947), sebagian besar orang menganggap kerja
pada dasarnya tidak menyenangkan. Oleh karena itu, uang yang akan mereka
peroleh adalah motivasi utama karyawan mau menghabiskan waktu berjam-jam untuk
kerja.
Asumsi-asumsi
teori X :
- Orang tidak suka bekerja dan
mencoba menghindarinya.
- Orang tidak suka bekerja,
sehingga manajer harus mengontrol, mengarahkan, memaksa, dan mengancam
karyawan agar mereka bekerja ke arah tujuan-tujuan organisasi.
- Orang lebih suka diarahkan,
untuk menghindari tanggung jawab, untuk memperoleh rasa aman. Mereka hanya
mempunyai sedikit ambisi.
Teori Y
Teori
Y memandang secara berbeda. Teori ini memandang upaya fisik dan mental sebagai
bagian yang penting dan alamiah (natural) dari aktivitas manusia. Teori Y
mengasumsikan, orang akan melakukan control diri (self-control) dan mengarahkan
dirinya sendiri (self-direction), jika mereka berkomitmen pada tujuan-tujuan
pekerjaan mereka.
Bagi
eksekutif media yang menerima Teori Y, pengembangan dan pemeliharaan lingkungan
kerja yang memuaskan adalah sangat esensial, untuk meraih kinerja staf yang
tinggi.
Teori
Y muncul dari hasil karya Elton Mayo (1953) dan rekan-rekannya, dan sering
disebut “pendekatan hubungan manusiawi” (human relations approach). Sudut
pandang ini menekankan pentingnya peran proses sosial di tempat kerja.
Ia
mengasumsikan bahwa karyawan ingin merasa berguna dan penting, dan bahwa
menjadi bagian dari sebuah kelompok sosial itu punya arti signifikan. Selain
itu, imbalan-imbalan yang bersifat non-finansial sering lebih penting ketimbang
uang, dalam memotivasi karyawan untuk jangka panjang.
Banyak
perilaku reporter di media cetak, copywriter di perusahaan periklanan, atau
broadcaster di stasiun televisi, mencerminkan Teori Y. Mereka bicara tentang
kegairahan dan tantangan dalam pekerjaan, tentang spirit yang mereka bagi
dengan rekan-rekan kerja (termasuk atasannya), serta tentang standar mereka
sendiri dan hasrat untuk melakukan pekerjaan secara baik.
Semua
itu dipandang sebagai pendorong utama, yang memotivasi para karyawan. Mereka
juga mencatat bahwa memenangkan sebuah penghargaan utama atau mendapat
penugasan yang dipilihnya, sering terasa lebih berarti daripada sekadar
kenaikan gaji.
Asumsi-asumsi
teori Y :
- Orang pada hakikatnya bukannya
tidak suka bekerja. Kerja adalah bagian alamiah dari hidup mereka.
- Orang secara internal termotivasi
untuk mencapai tujuan-tujuan, terhadap mana mereka telah berkomitmen.
- Orang berkomitmen terhadap
tujuan-tujuan, sampai ke tahap di mana mereka menerima imbalan personal
ketika mereka mencapai tujuan-tujuan itu.
- Orang akan mencari dan menerima
tanggung jawab di bawah kondisi-kondisi yang menguntungkan (favorable).
- Orang memiliki kapasitas untuk
menjadi inovatif, dalam memecahkan problem-problem organisasi.
- Orang itu cemerlang, namun di
bawah sebagian besar kondisi perusahaan, potensi mereka menjadi tidak
termanfaatkan.
Teori Z
Pendekatan
ketiga, yang diusulkan oleh William Ouchi (1981), muncul dari hasil observasi
terhadap perbedaan-perbedaan, antara bekerja di perusahaan Jepang dan di
perusahaan Amerika Serikat. Teori Z menganggap, rasa aman (security) secara
khusus punya arti penting.
Dalam
sistem manajemen Jepang, keamanan itu terjamin karena sebagian besar pekerja
memiliki masa kerja seumur hidup (lifetime employment) di satu perusahaan.
Organisasi gaya Jepang ini berkomitmen pada hubungan jangka panjang tersebut,
dengan tinjauan kinerja secara reguler dan tegas, yang memberikan umpan-balik
yang dituntut sebagian besar karyawan, agar bisa berfungsi efektif.
Teori
Z juga menekankan perkembangan hubungan kepercayaan (trust relationship) antara
pemimpin dan yang dipimpin. Penekanan itu didasarkan pada asumsi bahwa motivasi
orang pertama-tama bersifat internal. Namun, perasaan-perasaan itu harus
diperkuat oleh komitmen jelas terhadap karyawan dari pihak majikan/pimpinan.
Teori
Z melihat pengambilan keputusan kolektif dan tanggung jawab kelompok memberikan
dukungan sosial yang diperlukan bagi tercapainya kinerja puncak. Hal itu
terjadi lewat penciptaan rasa aman, yang memungkinkan para karyawan
membangkitkan ide-ide baru tanpa takut ditolak atau takut gagal.
Leadership behavior and styles
GAYA KEPEMIMPINAN
Gaya Kepemimpinan Paternalistik
Tipe paternalistik adalah gaya kepemimpinan yang bersifat kebapakan. Pemimpin selalu memberikan perlindungan kepada para bawahan dalam batas-batas kewajaran.
Ciri-ciri pemimpin penganut paternalistik antara lain:
Tipe paternalistik adalah gaya kepemimpinan yang bersifat kebapakan. Pemimpin selalu memberikan perlindungan kepada para bawahan dalam batas-batas kewajaran.
Ciri-ciri pemimpin penganut paternalistik antara lain:
- Pemimpin bertindak sebagai
seorang bapak.
- Memperlakukan bawahan sebagai
orang yang belum dewasa.
- Selalu memberikan perlindungan
kepada para bawahan yang kadang-kadang berlebihan.
- Keputusan ada di tangan
pemimpin, bukan karena ingin bertindak secara otoriter, tetapi karena
keinginan memberikan kemudahan kepada bawahan. Oleh karena itu para
bawahan jarang bahkan sama sekali tidak memberikan saran kapada pimpinan,
dan Pimpinan jarang bahkan tidak pernah meminta saran dari bawahan.
- Pimpinan menganggap dirinya
yang paling mengetahui segala macam persoalan.
Gaya kepemimpinan Demokratis /
Partisipatif
Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya. Dalam gaya ini, besar peluang untuk melakukan pengembangan diri. Sehingga setiap orang yang dipimpin memiliki motivasi diri untuk berkembang.
Menurut Robbins dan Coulter (2002), gaya kepemimpinan demokratis mendeskripsikan pemimpin yang cenderung mengikutsertakan karyawan dalam pengambilan keputusan, mendelegasikan kekuasaan, mendorong partisipasi karyawan dalam menentukan bagaimana metode kerja dan tujuan yang ingin dicapai, dan memandang umpan balik sebagai suatu kesempatan untuk melatih karyawan (p. 460).
Ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis (Sukanto, 1987, pp. 196-198):
Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya. Dalam gaya ini, besar peluang untuk melakukan pengembangan diri. Sehingga setiap orang yang dipimpin memiliki motivasi diri untuk berkembang.
Menurut Robbins dan Coulter (2002), gaya kepemimpinan demokratis mendeskripsikan pemimpin yang cenderung mengikutsertakan karyawan dalam pengambilan keputusan, mendelegasikan kekuasaan, mendorong partisipasi karyawan dalam menentukan bagaimana metode kerja dan tujuan yang ingin dicapai, dan memandang umpan balik sebagai suatu kesempatan untuk melatih karyawan (p. 460).
Ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis (Sukanto, 1987, pp. 196-198):
- Semua
kebijaksanaan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan diambil dengan
dorongan dan bantuan dari pemimpin.
- Kegiatan-kegiatan
didiskusikan, langkah-langkah umum untuk tujuan kelompok dibuat, dan jika
dibutuhkan petunjuk-petunjuk teknis pemimpin menyarankan dua atau lebih
alternatif prosedur yang dapat dipilih.
- Para
anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih dan pembagian
tugas ditentukan oleh kelompok.
Gaya Kepemimipinan Otoriter/Otokrasi (Authoritarian)
Kepemimpian otokrasi disebut juga kepemimpinan diktator atau direktif. Orang yang menganut pendekatan ini mengambil keputusan tanpa berkonsultasi dengan para karyawan yang harus melaksanakannya atau karyawan yang dipengaruhi keputusan tersebut (Fandi Tjiptono dan Anastasia Diana, 2000: 161).
Gaya kepemimpinan otoriter dalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Pada gaya kepemimpinan otokrasi ini, pemimpin mengendalikan semua aspek kegiatan. Pemimpin memberitahukan sasaran apa saja yang ingin dicapai dan cara untuk mencapai sasaran tersebut, baik itu sasaran utama maupun sasaran minornya.
Pemimpin juga berperan sebagai pengawas terhadap semua aktivitas anggotanya dan pemberi jalan keluar bila anggota mengalami masalah. Dengan kata lain, anggota tidak perlu pusing memikirkan apappun. Anggota cukup melaksanakan apa yang diputuskan pemimpin.Kepemimpinan otokrasi cocok untuk anggota yang memiliki kompetensi rendah tapi komitmennya tinggi.
Kepemimpinan otokrasi dapat dilihat dari ciri-cirinya antara lain :
Kepemimpian otokrasi disebut juga kepemimpinan diktator atau direktif. Orang yang menganut pendekatan ini mengambil keputusan tanpa berkonsultasi dengan para karyawan yang harus melaksanakannya atau karyawan yang dipengaruhi keputusan tersebut (Fandi Tjiptono dan Anastasia Diana, 2000: 161).
Gaya kepemimpinan otoriter dalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Pada gaya kepemimpinan otokrasi ini, pemimpin mengendalikan semua aspek kegiatan. Pemimpin memberitahukan sasaran apa saja yang ingin dicapai dan cara untuk mencapai sasaran tersebut, baik itu sasaran utama maupun sasaran minornya.
Pemimpin juga berperan sebagai pengawas terhadap semua aktivitas anggotanya dan pemberi jalan keluar bila anggota mengalami masalah. Dengan kata lain, anggota tidak perlu pusing memikirkan apappun. Anggota cukup melaksanakan apa yang diputuskan pemimpin.Kepemimpinan otokrasi cocok untuk anggota yang memiliki kompetensi rendah tapi komitmennya tinggi.
Kepemimpinan otokrasi dapat dilihat dari ciri-cirinya antara lain :
- Mengandalkan kepada kekuatan
atau kekuasaan yang melekat pada dirinya.
- Menganggap dirinya paling
berkuasa.
- Menganggap dirinya paling
mengetahui segala persoalan, orang lain dianggap tidak tahu
- Keputusan-keputusan yang
diambil secara sepihak, tidak mengenal kompromi, sehingga ia tidak mau
menerima saran dari bawahan, bahkan ia tidak memberi kesempatan kepada
bawahan untuk meberikan saran, pendapat atau ide.
- Keras dalam menghadapi prinsip.
- Jauh dari bawahan
- Lebih menyukai bawahan yang
bersikap ABS (Asal Bapak Senang).
- Perintah-perintah diberikan
secara paksa.
- Pengawasan dilakukan secara
ketat agar perintah benar-benar dilaksanakan.
Recent Findings and Insights About
Leadership
Terdapat 3 (tiga) tipe
leader/pemimpin.
- Kepemimpinan Transformasional
Pemimpin dengan kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang memiliki visi ke depan dan mampu mengidentifikasi perubahan lingkungan serta mampu mentransformasi perubahan tersebut ke dalam organisasi, memelopori perubahan dan memberikan motivasi dan inspirasi kepada individu-individu karyawan untuk kreatif dan inovatif, serta membangun team work yang solid, membawa pembaharuan dalam etos kerja kinerja manajemen, berani dan bertanggung jawab memimpin dan mengendalikan organisasi.
2. Kepemimpinan Transaksional
Menurut Bycio dkk. (1995) serta Koh dkk. (1995), kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan di mana seorang pemimpin menfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan.
Hubungan antara pemimpin transaksional dangan bawahan terjadi jika:
- Mengetahui apa yang diinginkan
bawahan dan berusaha menjelaskan bahwa mereka akan memperoleh apa yang
diiginkan apabila kinerja mereka memenuhi harapan.
- Memberikan / menukar
usaha-usaha yang dilakukan bawahan dengan imbalan atau janji memperoleh
imbalan.
- Responsif terhadap kepentingan
pribadi bawahan selain kepentingan pribadi itu sepadan dengan nilai
pekerjaan yang telah dilakukan oleh bawahan.
Kepemimpinan transaksional menekankan pada transaksi atau pertukaran yang terjadi antar pemimpin, rekan kerja dan bawahannya. Pertukaran ini didasarkan pada diskusi pemimpin dengan pihak-pihak terkait untuk menentukan apa yang dibutuhkan dan bagaimana spesifikasi kondisi dan upah/hadiah jika bawahan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
Prinsip dasar teori kepemimpinan transaksional adalah:
- Kepemimpinan merupakan
pertukaran sosial antara pemimpin dan para pengikutnya.
- Pertukaran tersebut meliputi
pemimpin dan pengikut serta situasi ketika terjadi pertukaran
- Kepercayaan dan persepsi
keadilan sangat esensial bagi hubungan pemimpin dan para pengikutnya.
- Pengurangan ketidak pastian
merupakan benefit penting yang disediakan oleh pemimpin.
- Keuntungan dari pertukaran
sosial sangat penting untuk mempertahankan suatu hubungan sosial.
Karakteristik kepemimpinan
transaksional ditunjukkan dengan gambaran perilaku atasan sebagai berikut:
- Imbalan Kontinjen (Contingency Reward).
Pemimpin melakukan kesepakatan tentang hal-hal apa saja yang dilakukan
oleh bawahan dan menjanjikan imbalan apa yang akan diperoleh bila hal
tersebut dicapai.
- Manajemen dengan eksepsi (Management by exception). Pada manajemen eksepsi pemimpin memantau deviasi dari
standar yang telah ditetapkan dan melakukan tindakan perbaikan. Selain
secara aktif, manajemen dengan eksepsi juga bisa dilakukan secara pasif.
3. Kepemimpinan Kharismatik
Kepemimpinan Kharismatik adalah pemimpin yang dapat memberikan inspirasi, memotivasi, menarik perhatian para karyawannya melalui sifat-sifat kharismatik serta kemampuannya dalam rangka mencapai tujuan yang inginkan.
Pemimpin kharismatik menampilkan ciri-ciri sebagai berikut :
Kepemimpinan Kharismatik adalah pemimpin yang dapat memberikan inspirasi, memotivasi, menarik perhatian para karyawannya melalui sifat-sifat kharismatik serta kemampuannya dalam rangka mencapai tujuan yang inginkan.
Pemimpin kharismatik menampilkan ciri-ciri sebagai berikut :
- Memiliki visi yang amat kuat
atau kesadaran tujuan yang jelas.
- Mengkomunikasikan visi itu
secara efektif.
- Mendemontrasikan konsistensi
dan fokus.
- Mengetahui kekuatan-kekuatan
sendiri dan memanfaatkannya.
Karakteristik pemimpin yang kharismatik dijelaskan oleh Purwanto sebagai berikut :
- Mempunyai daya penarik yang
sangat besar, karena itu umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya juga
besar.
- Pengikutnya tidak dapat
menjelaskan, mengapa mereka tertarik mengikuti dan menaati pemimpin itu.
- Seolah-olah mempunyai kekuatan
gaib.
- Karisma yang dimiliki tidak
bergantung pada umur, kekayaan, kesehatan, ataupun ketampanan si pemimpin.
Sementara itu, menurut Nurkolis
mengungkapkan bahwa seorang pemimpin kharismatik mempunyai 7 (tujuh)
karakteristik kunci, yaitu percaya diri, memiliki visi, memiliki kemampuan
untuk mengartikulasikan visi, memiliki pendirian yang kuat terhadap visinya,
memiliki perilaku yang berbeda dari kebiasaan orang, merasa sebagai agen
pembaru dan sensitif terhadap lingkungan.
Seorang pemimpin yang kharismatik memiliki karakteristik yang khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang sangat besar dan para pengikutnya tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tertentu itu dikagumi. Pengikutnya tidak mempersoalkan nilai, sikap, dan perilaku serta gaya yang digunakan pemimpin.
Pemimpin kharismatik mempunyai kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan, percaya diri, serta pendirian dalam keyakinan dan cita-cita mereka sendiri. Suatu kebutuhan akan kekuasaan memotivasi pmimpin tersebut untuk mencoba mempengaruhi para pengikut. Rasa percaya diri dan pendirian yang kuat meningktkan rasa percaya para pengikut terhadap pertimbangan dan pendapat pemimpin tersebut. Seorang pemimpin tanpa pola ciri yang demikian lebih kecil kemungkinannya akan mencoba mempengaruhi orang. Dan jika berusaha mempengaruhi maka lebih kecil kemungkinan untuk berhasil.
Seorang pemimpin yang kharismatik memiliki karakteristik yang khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang sangat besar dan para pengikutnya tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tertentu itu dikagumi. Pengikutnya tidak mempersoalkan nilai, sikap, dan perilaku serta gaya yang digunakan pemimpin.
Pemimpin kharismatik mempunyai kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan, percaya diri, serta pendirian dalam keyakinan dan cita-cita mereka sendiri. Suatu kebutuhan akan kekuasaan memotivasi pmimpin tersebut untuk mencoba mempengaruhi para pengikut. Rasa percaya diri dan pendirian yang kuat meningktkan rasa percaya para pengikut terhadap pertimbangan dan pendapat pemimpin tersebut. Seorang pemimpin tanpa pola ciri yang demikian lebih kecil kemungkinannya akan mencoba mempengaruhi orang. Dan jika berusaha mempengaruhi maka lebih kecil kemungkinan untuk berhasil.
DAFTAR
PUSTAKA
Fred
Luthans dan Jonathan P. Doh. 2012. INTERNATIONAL MANAGEMENT: CULTURE,
STRATEGY, AND BEHAVIOR, EIGHTH EDITION. New York: McGraw-Hill
Comments
Post a Comment